TUGAS KESEHATAN MENTAL MINGGU ke 3
“TEORI KEPRIBADIAN SEHAT: ALIRAN HUMANISTIK DAN PENDAPAT ALPORT”
http://baak.gunadarma.ac.id/
NAMA: YOLANDA EKA PUTRI
KELAS: 2pa06
NPM: 1C514447
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
A. Aliran Humanistik : memahami dan
menjelaskan pandangan aliran Humanistik dalam tentang kepribadian sehat serta
mampu membedakan aliran psikoanalisa, behavioristik, dan humanistik tentang
kepribadian sehat
Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology)
diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an
bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari
dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi.
Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow
menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force) karena
humanistik muncul sebagai kritik terhadap pandangan tentang manusia yang mekanistik
ala behaviorisme dan pesimistik ala psikoanalisa.
Menurut aliran humanistik
kepribadian yang sehat, individu dituntut untuk mengembangkan potensi yang
terdapat didalam dirinya sendiri. Bukan saja mengandalakan
pengalaman-pengalaman yang terbentuk pada masa lalu dan memberikan diri untuk
belajar mengenai suatu pola mengenai yang baik dan benar sehingga menghasilkan
respon individu yang bersifat pasif.
Ciri dari kepribadian sehat
adalah mengatualisasikan diri, bukan respon pasif buatan atau individu yang
terimajinasikan oleh pengalaman-pengalaman masa lalu. Aktualisasi diri adalah
mampu mengedepankan keunikan dalam pribadi setiap individu, karena setiap
individu memiliki hati nurani dan kognisi untuk menimbang-nimbang segala
sesuatu yang menjadi kebutuhannya.
Kepribadian yang sehat menurut
humanistik, perilaku yang mengarah pada aktualisasi diri:
1) Menjalani hidup seperti seorang anak, dengan penyerapan dan konsentrasi sepenuhnya.
1) Menjalani hidup seperti seorang anak, dengan penyerapan dan konsentrasi sepenuhnya.
2) Mencoba hal-hal baru ketimbang
bertahan pada cara-cara yang aman dan tidak berbahaya.
3) Lebih memperhatikan perasaan
diri dalam mengevaluasi pengalaman ketimbang suara tradisi, otoritas, atau
mayoritas.
4) Jujur; menghindari
kepura-puraan dalam “bersandiwara”.
5) Siap menjadi orang yang tidak
popular bila mempunyai pandangan sebagian besar orang.
6) Memikul tanggung jawab.
7) Bekerja keras untuk apa saja
yang ingin dilakukan.
Pendapat Allport tentang
Kesehatan Mental
B. Pendapat Allport : memahami dan
menjelaskan perkembangan propium sebagai dasar perkembangan kepribadian yang
sehat dan ciri-ciri kepribadian yang matang menurut Allport
Secara umum teori
Allport memberi definisi yang positif terhadap manusia.
“Kepribadian manusia
menurut Allport adalah organisasi yang dinamis dari system psikofisik dalam
individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik atau khas dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya”
Dalam teori Allport
juga memandang bahwa kesehatan psikologis adalah melihat ke depan, tidak
melihat ke belakang, dapat dikatakan bahwa seluruh teori yang dikemukakan oleh
Allport ini sangat bertentangan dengan teori-teori yang dikemukakan oleh Freud.
Ciri-Ciri Kepribadian
yang Matang Menurut Allport :
Menurut Allport, faktor
utama tingkah lalu orang dewasa yang matang adalah sifat-sifat yang
terorganisir dan selaras yang mendorong dan membimbing tingkah laku menurut
prinsip otonomi fungsional.
Kualitas Kepribadian
yang matang menurut allport sebagai berikut:
1. Ekstensi sense of
self
· Kemampuan
berpartisipasi dan menikmati kegiatan dalam jangkauan yang luas.
· Kemampuan diri dan
minat-minatnya dengan orang lain beserta minat mereka.
· Kemampuan
merencanakan masa depan (harapan dan rencana)
2. Hubungan hangat/akrab
dengan orang lain, Kapasitas intimacy (hubungan kasih dengan keluarga dan
teman) dan compassion (pengungkapan hubungan yang penuh hormat dan menghargai
dengan setiap orang)
3. Penerimaan diri
Kemampuan untuk
mengatasi reaksi berlebih hal-hal yang menyinggung dorongan khusus (misal :
mengolah dorongan seks) dan menghadapi rasa frustasi, kontrol diri, presan
proporsional.
4. Pandangan-pandangan
realistis, keahlian dan penugasan
Kemampuan memandang
orang lain, objek, dan situasi. Kapasitas dan minat dalam penyelesaian masalah,
memiliki keahlian dalam penyelesain tugas yang dipilih, mengatasi pelbagai
persoalan tanpa panik, mengasihani diri, atau tingkah laku lain yang merusak.
5. Objektifikasi diri:
insight dan humor
Kemampuan diri untuk
objektif dan memahami tentang diri dan orang lain. Humor tidak sekedar
menikmati dan tertawa tapi juga mampu menghubungkan secara positif pada saat
yang sama pada keganjilan dan absurditas diri dan orang lain.
6. Filsafat Hidup
Ada latar belakang yang
mendasari semua yang dikerjakannya yang memberikan tujuan dan arti. Contohnya
lewat agama.
Untuk memahami orang
dewasa kita membutuhkan gambaran tujuan dan aspirasinya. Tidak semua orang
dewasa memiliki kedewasaan yang matang. Bisa saja seseorang melakukan sesuatu
hal tanpa tahu apa yang ia lakukan.
Allport ingin
menghilangkan kontradiksi-kontradiksi dan kekaburan-kekaburan yang terkandung
dalam pembicaraan-pembicaraan tentang “diri” dengan membuang kata itu dan
menggantikannya dengan suatu kata lain yang akan membedakan konsepnya tentang
“diri” dari semua konsep lain. Istilah yang dipilihnya adalah proprium dan dapat didefinisikan dengan
memikirkan bentuk sifat “propriate” seperti dalam kata “appropriate”.
Proprium menunjuk kepada sesuatu yang dimiliki seseorang
atau unik bagi seseorang. Itu berarti bahwa proprium (self) terdiri dari hal-hal atau proses-proses yang
penting dan bersifat pribadi bagi seorang individu, segi-segi yang menentukan
seseorang sebagai yang unik. Allport menyebutnya “saya sebagaimana dirasakan
dan diketahui”.
Proprium berkembang dari masa bayi sampai masa adolesensi
melalui tujuh tingkat “diri”. Apabila semua segi perkembangan telah muncul
sepenuhnya, maka segi-segi tersebut dipersatukan dalam suatu konsep proprium. Jadi proprium adalah
susunan dari tujuh tingkat “diri” ini. Munculnya proprium merupakan suatu
prasyarat untuk suatu kepribadian yang sehat.
“Diri” jasmaniah. Kita tidak dilahirkan dengan suatu perasaan tentang
diri. Bayi itdak dapat membedakan antara diri (“saya”) dan dunia sekitarnya.
Kira-kira pada usia 15 bulan, maka muncullah tingkat pertama perkembangan proprium diri jasmaniah. Kesadaran
akan “saya jasmaniah” misalnya bayi membedakan antara jari-jarinya dan sebuah
benda yang dipegang dalam jari-jarinya.
Identitas diri. Pada tingkat kedua perkembangan, muncullah perasaan identitas diri. Anak
mulai sadar akan identitasnya yang berlangsung terus sebagai seorang yang
terpisah. Anak mempelajari namanya, menyadari bahwa bayangan dalam cermin
adalah bayangan yang sama seperti yang dilihatnya kemarin, dan percaya bahwa
perasaan tentang “saya” atau “diri” tetap bertahan dalam menghadapi
pengalaman-pengalaman yang berubah-ubah.
Harga diri. Tingkat ketiga dalam perkembangan proprium ialah
timbulnyaharga diri. Hal
ini menyangkut perasaan bangga dari anak sebagai suatu hasil dari belajar
mengerjakan benda-benda atas usahanya sendiri. Allport percaya bahwa hal ini
merupakan suatu tingkat perkembangan yang menentukan, apabila orang tua
menghalangi kebutuhan anak untuk menyelidiki maka perasaan harga diri yang
timbul dapat dirusakkan. Akibatnya dapat timbul perasaan dihina dan marah.
Perluasan diri (self extension). Tingkat perkembangan diri berikutnya adalah perluasan
diri, mulai sekitar usia 4 tahun. Anak sudah mulai menyadari orang-orang lain
dan benda-benda dalam lingkungannya dan fakta bahwa beberapa diantaranya adalah
milik anak tersebut. Anak berbicara tentang “kepunyaanku”, ini adlah permulaan
dari kemampuan orang untuk memperluas dirinya, untuk memasukkan tidak hanya
benda-benda tetapi juga abstraksi-abstraksi, nilai-nilai, dan
kepercayaan-kepercayaan.
Gambaran diri. Gambaran diri berkembang pada tingkat berikutnya.
Hal ini menunjukkan bagaimana anak melihat dirinya dan pendapatnya tentang
dirinya. Gambaran ini berkembang dari interaksi-interaksi antara orangtua dan
anak. Lewat pujian dan hukuman anak belajar bahwa orangtuanya mengharapkan
supaya menampilkan tingkah laku-tingkah laku tertentu dan manjauhi itngkah
laku-tingkah laku lain. Dengan mempelajari harapan-harapan orangtua, anak
mengembangkan dasar untuk suatu perasaan tanggung jawab moral serta untuk
perumusan tentang tujuan-tujuan dan intensi-intensi.
Diri sebagai pelaku rasional. Setelah anak mulai sekolah, diri sebagai pelaku rasional mulai timbul. Aturan-aturan
dan harapan-harapan baru dipelajari dari guru-guru dan teman-teman sekolah
serta hal yang lebih penting ialah diberikannya aktivitas-aktivitas dan
tantangan-tantangan intelektual. Anak belajat bahwa dia dapat memecahkan
masalah-masalah dengan menggunakan proses-proses yang logis dan rasional.
Perjuangan proprium (propriate
striving). Dalam masa adolesensi,
perjuangan proprium (propriate striving), tingkat terakhir tingkat
terakhir dalam perkembangan diri (selfhood) timbul. Allport percaya bahwa
masa adolesensi merupakan suatu masa yang sangat menentukan. Orang sibuk dalam
mencari identitas diri yang baru, segi yang sangat penting dari pencarian
identitas ini adalah definisi suatu tujuan hidup. Pentingnya pencarian ini
yakni untuk pertama kalinya orang memperhatikan masa depan, tujuan-tujuan dan
impian-impian jangka panjang.
Perkembangan dari daya dorong
kedepan, intensi-intensi, aspirasi-aspirasi, dan harapan-harapan orang itu
mendorong kepribadian yang matang. “sasaran-sasaran yang menentukan” ini dalam
pandangan Allport sangat penting untuk kepribadian sehat.
DAFTAR
PUSTAKA
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiCtp6yrLLLAhVDxY4KHUOrBoYQFgguMAI&url=http%3A%2F%2Fwardalisa.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F26403%2FMateri%2B08%2B-

Tidak ada komentar:
Posting Komentar