TUGAS PSIKOTERAPI MINGGU ke 2
“Konseling, Psikoterapi, & Rational Emotif Therapy ''
http://baak.gunadarma.ac.id/
NAMA: YOLANDA EKA PUTRI
KELAS: 3pa06
NPM: 1C514447
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
a.
Pengertain konseling
Menurut
Schertzer dan Stone (1980) konseling adalah upaya membantu individu melalui
proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli
mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan
tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan
efektif perilakunya.
Menurut
Jones (1951) konseling adalah kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan dan semua
pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh
yang bersangkutan. Dimana ia diberi panduan pribadi dan langsung dalam
pemecahan untuk lkien. Konseling harus ditujukan pada perkembangan yang
progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri tanpa
bantuan.
Prayitno
dan Erman Amti (2004:105) konseling adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor)
kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang
bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
b.
Contoh konseling
Kasus:
Seorang remaja perempuan yang duduk di bangku kuliah, berumur 20 tahun,
berinisial P memiliki konflik dalam memilih keputusan untuk masa depannya. P
adalah anak yang biasa melakukan semua hal sendiri. Masa kecilnya, P dikenal
anak yang sangat manja. Diumurnya sekarang, P mengakui bahwa ia belum
seluruhnya mandiri akan hidupnya. Walaupun ia sudah ditinggalkan ibu dan ayah
yang tidak tahu keberadaannya. Ia belum bisa untuk memikirkan pekerjaan untuk
masa depan, ia menginginkan setelah lulus sarjana melanjutkan ke S2. Meski
orangtua tidak ada di sisinya, namun P masih memiliki abang yang mengurusi segala
investasi dari orangtua. P memiliki masalah bahwa ia tidak sanggup mengatakan
keinginannya untuk melanjutkan S2 dan meminta abangnya untuk menjual sedikit
aset yang ditinggalkan orangtua untuk biaya kuliahnya kelak. Karena, sebelumnya
abang juga pernah menjual aset tersebut dengan mengatas namakan P, padahal
abangnya menggunakan untuk keperluan pribadi. Jadi, kali ini P ingin
merealisasikan keinginannya untuk melanjutkan pendidikan S2nya. P merasa bahwa
permintaannya itu tidaklah berat, karena ia berfikir bahwa ia masih sanggup dan
memiliki biaya untuk hal itu. Namun, P ragu untuk mengatakannya karena takut
tidak dikabulkan. Bagaimana seharusnya P berindak???
Analisis Kasus:
Menggunakan Pendekatan Gestalt
Seperti kasus di atas, konselor dapat menerapkan teknik pembalikan. Teknik
pembalikan maksudnya adalah konseli terjun ke dalam suatu yang ditakutinya
karena dianggap bisa menimbulkan kecemasan, dan menjalin hubungan dengan
bagian-bagian diri yang telah ditekan atau diingkarinya. Gejala-gejala dan
tingkah laku sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan
yang mendasari. Jadi konselor bisa meminta klien memainkan peran yang
bertentangan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya atau pembalikan dari
kepribadiannya. Seperti halnya P yang takut dan ragu untuk mengungkapkan
keinginannya kepada abangya untuk melanjutkan S2 dan meminta abangnya untuk
menjual sedikit aset yang ditinggalkan oleh orangtua mereka untuk biaya
kuliahnya nanti. Karena P sangat menginginkan setelah lulus sarjana nanti P
ingin melanjutkan S2. Di sini konselor perlu membawa konseli untuk masuk
kedalam suatu yang di takutinya itu. Konselor berusaha meyakinkan dan
mengkondisikan konseli untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai
dengan kondisi konseli. P tidak perlu takut untuk mengatakan keinginannya
kepada abangnya tersebut, dan konselor perlu meyakinkan konseli bahwa permintaannya
itu akan dikabulkan oleh abangnya, dengan satu hal yang perlu di ingat P harus
bertanggung jawab dengan apa yang telah menjadi keputusannya itu kepada
abangnya. Walaupun P belum bisa memikirkan pekerjaan untuk masa depannya. Ada
dua hal yang dilakukan konselor yaitu, membangkitkan motivasi P sekaligus
meyakinkan P bahwa permintaannya akan dikabulkan oleh sang abang, dan
membangkitkan otonomi P (menekankan bahwa P harus mengemukakan alasan-alasannya
secara bertanggung jawab kepada konselor bahwa P ingin melanjutkan S2 dengan
sungguh-sungguh).
Setelah P memperoleh pemahaman dan penyegaran tentang pikiran, perasaan, dan
tingkah lakunya, konselor mengantarkan P memasuki fase akhir konseling. Pada
fase ini P menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas
kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.
Sehingga dalam kasus ini, sebenarnya tujuan utama dari konseling Gestalt adalah
membantu P agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan
yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa P haruslah menjadi
percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan
hidupnya.Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya
secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang
dimilikinya. Melalui konseling, konselor membantu P agar potensi yang baru
dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.Dimana
pendekatan yang sangat memperhatikan kemampuan organisme untuk berkembang dan
menentukan tujuannya adalah pendekatan Gestalt. Pendekatan Gestalt lebih
menekankan pada apa yang terjadi saat ini-dan-di sini, dan proses yang
berlangsung, bukan pada masa lalu ataupun masa depan. Sehingga P dapat
mengatakan keinginannya itu kepada abangnya dengan sungguh-sungguh. Bahwa
keinginannya saat ini dapat mempersiapkan dirinya untuk melanjutkan S2. Yang
penting dalam pendekatan ini adalah kesadaran saat ini dalam pengalaman
seseorang.
c.
Pengertian psikoterapi
Menurut Watson & Morse
(1977) Bentuk khusus dari interaksi antara dua orang, pasien dan terapis, pada
mana pasien memulai interaksi karena ia mencari bantuan psikologik dan terapis
menyusun interaksi dengan mempergunakan dasar psikologik untuk membantu pasien
meningkatkan kemampuan mengendalikan diri dalam kehidupannya dengan mengubah
pikiran, perasaan dan tindakannya,
Menurut Corsini (1989)
Psikoterapi adalah proses formal dari interaksi antara dua pihak, setiap pihak
biasanya terdiri dari satu oran, tetapi ada kemungkinan terdiri dari dua orang
atau lebih pada setiap pihak, dengan tujuan memperbaiki keadaan yyang tidak
menyenangkan (distress) pada salah satu dari kedua pihak karena ketidakmampuan
atau malafungsi pada salah satu dari bidang-bidang berikut: fungsi kognitif
(kelainan pada fungsi berfikir), fungsi afektif (penderitaan atau kehidupan
emosi yang tidak menyenangkan) atau fungsi perilaku (ketidaktepatan perilaku);
dengan terapis yang memiliki teori tentang asal-usul kepribadian, perkembangan,
mempertahankan dan mengubah bersama-sama dengan beberapa metode perawatan yang
mempunyai dasar teori dan profesinya diakui resmi untuk bertindak sebagai
terapis.
Menurut Ivey &
Simek-Downing (1980) Psikoterapi adalah proses jangka panjang, berhubungan
dengan upaya merekonstruksi seseorang dan perubahan yang lebih besar pada
struktur kepribadian.
d.
Contoh psikoterapi
SEBUAH KASUS
FOBIA SPESIFIK
Dikutip dari
Buku Psikologi Abnormal jilid 1, ed 5
Lulus ujian
adalah titik balik penting dalam hidup carla, tetapi memberinya perasaan ngeri
kalau ia berpikir tentang harus memasuki gedung pengadilan negeri. Ia tidak
takut bila harus menghadapi hakim yang hostile atau kalah dalam
pembelaannya, tetapi karena harus menaiki tangga ke lantai dua dimana
ruang-ruang pengadilan berada. Carla, 27 tahun menderita acrophobia atau takut
ketinggian. “Lucu jika anda mau tahu,” Carla berkata pada terapisnya. “Saya
tidak punya masalah untuk terbang atau melihat keluar jendela pesawat terbang
pada ketinggian 30000 kaki.
Tetapi escalator di mall membuat saya berdegup-degup. Pokoknya
setiap situasi di mana saya bisa jatuh, seperti misalnya balkon.”
Orang dengan
gangguan-gangguan kecemasan berusaha untuk menghindari situasi atau objek yang
mereka takuti. Carla meneliti dulu gedung pengadilan sebelum ia dijadwalkan
untuk tampil. Ia merasa sangat lega karena ada elevator di bagian belakang
gedung pengadilan yang dapat ia gunakan sehingga ia tidak harus naik tangga.
Analisis Kasus:
Dalam kasus
fobia yang diderita Carla, Psikoterapi dapat diterapkan dalam proses treatment
penyembuhan fobia yang Carla derita. Dengan menggunakan Pendekatan terapi
perilaku (behavior therapy) yang berfokus pada hukum pembelajaran. Bahwa
perilaku seseorang dipengaruhi oleh proses belajar sepanjang hidup. Dalam hal
ini, Carla telah belajar bahwa "ketika saya berada di tempat ketinggian
seperti eskalator atau tangga, maka respon saya adalah perilaku ketakutan akan
terjatuh." Joseph Wolpe mengembangkan desentisasi sistematis atas dasar
asumsi bahwa fobia adalah sesuatu yang dipelajari atau merupakan respon-respon
yang terkondisi. Ia juga berasumsi bahwa perilaku ini dapat dihilangkan
melalui counterconditioning. Dalam counterconditioning suatu
respon yang tidak harmonis (incompatible) dengan kecemasan dibuat muncul
bersama kondisi-kondisi yang biasanya memunculkan kecemasan. Kasus Carla dapat
menggunakan prinsip counterconditioning sebagai terapi
penyembuhannya. Dengan mengajarkan kepada Carla agar tetap relaks berada
ditempat-tempat ketinggian seperti eskalator dan tangga.
e.
Rational emotif therapy
KONSELING “RATIONAL EMOTIVE
THERAPY”
Tokoh teori Albert Ellis ahli
psikologi klinis sering mengkususkan diri dalam bidang konseling
perkawinan dan keluarga. Berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya dalam teori
belajar behavioral, kemudian ia mengembangkan suatu pendekatan sendiri yang
disebut rational emotive therapy (RET) atau terapi rasional emotif.
Rational Emotive Therapy
Rational emotive therapy dapat
diartikan dengan corak konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi
antara berfikir dengan akal sehat, berperasaan, dan perilaku serta sekaligus
menekankan bahwa suatu suatu perubahan yang mendalam.
Corak konseling RET berpangkal dari
beberapa keyakinan tentang martabat manusia dan tentang proses manusia dapat
mengubah diri, yang sebagian bersifat falsafah dan sebagian lagi bersifat
psikologi yaitu :
- Manusia
adalah makhluk manusiawai artinya manusia mempunyai kekurangan dan
keterbatasan, selama hidup di dunia dia dapat berusaha untuk menikmatinya
sebaik mungkin.
- Perilaku
manusia sangat dipengaruhi oleh bekal keturunan atau pembawaan.
- Hidup
secara rasional berarti berfikir, berperasaan, dan berperilaku sedemikian
rupa sehingga kebahagiaan dapat dicapai secara efisien dan efektif.
- Manusia
memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup secara rasional dan sehat.
- Orang
yang kerap berpegang pada keyakinan yang sebenarnya kurang masuk akal atau
irasional.
- Pikiran-pikiran
manusia biasanya menggunakan lambang verbal dan dituangkan dalam bentuk
bahasa.
- Bilamana
manusia tidak bahagia dan mengalami gejolak perasaan yang tidak
menyenangkan serta menumbuhkan semangat hidup, rasa-rasa itu bukan
berpangkal pada kejadian dan pengalaman yang telah berlangsung, melainkan
pada tanggapannya yang tidak rasional terhadap kejadian dan pengalaman
itu.
- Untuk
membantu orang mencapai taraf kebahagiaan hidup yang lebih baik dengan
hidup lebih rasional.
- Mengubah
diri dalam berfikir irasional bukan perkara yang mudah, karena orang
memiliki kecenderungan untuk mempertahankan keyakinan yang sebenarnya
tidak masuk akal, ditambah perasaan cemas.
Daftar Pustaka
Gunarsa, Singgih D.
1996. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Suhesti.2012.Bagaimana Konselor Sekolah Bersikap?.Yogyakarta:Pustaka
Pelajar
Corey Gerald.2007.Teori dan Paktek Konseling & Psikoterapi.Bandung:
PT Refika Aditama
Hayat,Abdul.2010.Teori dan Teknik Pendekatan
Konseling.Banjarmasin:Lanting Media Aksar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar